Tata Cara Sholat untuk orang yang sakit
13.15 | Author: Abu Nabilah Al Makassary
Penulis : Asy Syeikh Muhammad Bin Sholih Al Utsaimin Rahimahullah
  1. Wajib bagi orang yang sakit untuk sholat fardhu dengan berdiri, meskipun bersandar pada tembok atau tongkat yang memang dibutuhkan untuk dipakai bersandar.
  2. Apabila tidak mampu untuk berdiri,
    maka sholat dengan duduk, dan yang paling afdhol (utama) adalah dengan duduk bersila pada posisi berdiri dan ruku'
  3. Apabil tidak mampu untuk sholat dengan posisi duduk, maka ia sholat dengan posisi berbaring menghadap ke kiblat. Berbaring pada bagian tubuh sebelah kanan itu lebih utama. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat, maka ia sholat dengan menghadap kemana saja, sholatnya sah dan tidak perlu diulang.
  4. Apabila tidak mampu untuk sholat dengan posisi berbaring, maka ia sholat dengan menghadapkan kedua kakinya ke kiblat, yang paling utama adalah dengan sedikit mengangkat kepalanya agar menghadap ke kiblat. Jika tidak mampu untuk menghadapkan kakinya ke kiblat, maka ia sholat sesuai keadaannya, sholatnya sah dan tidak perlu diulang.
  5. Wajib bagi orang sakit untuk ruku' dan sujud dalam sholatnya, jika tidak mampu maka ia berisyarat dengan kepalanya, menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku'nya. Jika ia hanya bisa ruku tanpa sujud, maka ia ruku' dan berisyarat dengan sujudnya, sebaliknya jika hanya bisa sujud tanpa ruku', maka ia sujud dan berisyarat dengan ruku'nya.
  6. Apabila ia tidak mampu berisyarat dengan kepalanya ketika sujud dan ruku', maka ia berisyarat dengan matanya. Sedikit menutup mata ketika ruku' dan menutup mata penuh ketika sujud. Adapun berisyarat dengan jari, seperti yang banyak dilakukan oleh orang sakit, maka ini tidak benar, saya tidak mengetahui hal tersebut memiliki asal dari Al Qur'an, Sunnah maupun perkataan para ulama'.
  7. Apabila ia tidak mampu berisyarat dengan kepalanya, juga berisyarat dengan matanya, maka ia sholat dengan hatinya. Ia bertakbir, membaca, berniat ruku', sujud, berdiri dan duduk dengan hatinya. Karena setiap orang mendapatkan sesuai dengan niatnya.
  8. Wajib bagi setiap musafir (orang yang dalam perjalanan) untuk sholat pada waktunya, melakukan seluruh kewajiban didalam sholat sesuai dengan kemampuannya. Apabila kesulitan, maka ia sholat pada waktunya dengan men jama' (menggabungkan) antara dhuhur dan ashar, magrib dan isya, boleh jama' taqdim dengan memajukan sholat ashar ke waktu dhuhur atau sholat isya ke waktu magrib. Ataupun jama' ta'khir dengan mengakhirkan sholat dhuhur ke waktu ashar, atau sholat magrib ke waktu isya. Semuanya sesuai dengan apa yang mudah baginya. Adapun sholat subuh, tidak boleh di jama' baik dengan sholat sebelumnya ataupun sesudahnya.
  9. Apabila orang yang sakit dalam keadaan safar, dan dia diobati di daerah yang lain, maka ia meng qoshor (memendekkan) sholat-sholat yang empat raka'at. Ia sholat dhuhur, ashar dan isya masing-masing dua raka'at, sampai ia pulang ke negerinya, dan sama saja apakah waktu safarnya panjang ataupun pendek.
(Sumber : Minal Ahkaam al fiqhiyyiati fiit Thoharati was Sholaati wal Jana'iz, cet I thn 1420H)



 
|
This entry was posted on 13.15 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.