Cara bersuci bagi orang yang sakit
12.10 | Author: Abu Nabilah Al Makassary
  1. Wajib bagi orang yang sakit untuk bersuci dengan air. Berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil dan mandi untuk menghilangkan hadats besar.
  2. Apabila ia tidak bisa bersuci dengan air, karena lemah atau khawatir penyakitnya bertambah parah dan memperlambat kesembuhannya, maka ia bertayammum.
  3. Cara bertayammum adalah menepuk 1x tanah yang suci dengan kedua tangannya, kemudian mengusap wajah dan kedua telapak tangannya.
  4. Apabila si sakit tidak bisa bersuci sendirian, maka boleh orang lain membantunya untuk berwudhu atau bertayammum.
  5. Apabila terdapat luka dibeberapa anggota badan yang mesti disucikan, maka anggota badan tersebut dicuci dengan air, akan tetapi jika mencucinya berpengaruh pada lukanya, maka ia membasuhnya dengan cara membasahi tangannya dengan air, lalu disapukan kebagian yang luka. Dan jika membasuh, masih juga berpengaruh pada lukanya, maka ia bertayammum darinya.
  6. Apabila pada anggota wudhunya ada yang patah dan terbalut dengan kain atau gips, maka ia membasuhnya dengan air sebagai pengganti mencucinya, serta tidak perlu untuk bertayammum karena membasuh adalah pengganti dari mencuci
  7. Boleh bertayammum pada dinding (tembok) atau pada sesuatu yang berdebu dan suci lainnya. Namun jika tembok tersebut terdapat padanya sesuatu yang bukan bagian dari tanah (debu), seperti cat dan semisalnya, maka tidak boleh menggunakannya untuk bertayammum, kecuali terdapat debu padanya.
  8. Apabila tidak memungkinkan untuk bertayammum pada tanah, tembok, atau sesuatu yang berdebu, maka tidak mengapa untuk meletakkan debu pada bejana atau sapu tangan, lalu memakainya bertayammum.
  9. Apabila ia bertayammum untuk sholat, setelah itu ia tetap dalam keadaan suci sampai masuk waktu sholat berikutnya, maka ia sholat dengan tayammumnya tadi, dan tidak perlu mengulangi tayammumnya untuk sholat berikutnya, karena ia masih dalam keadaan suci dan tidak dijumpai sesuatu yang membatalkannya. Dan apabila ia bertayammum karena junub (hadats besar), maka tidak usah mengulang tayammumnya ketika akan sholat, kecuali jika ia berhadats besar (junub) kembali. Tetapi ketika itu ia bertayammum dari hadats yang kecil.
  10. Wajib bagi orang sakit untuk mensucikan badannya dari seluruh najis, dan apabila ia tidak bias, maka ia sholat sebagaimana keadaannya, dan sholatnya sah serta tidak perlu diulangi.
  11. Wajib bagi orang sakit untuk sholat dengan pakaian yang suci, apabila pakaiannya terkena najis, maka wajib untuk mencucinya atau menggantinya dengan pakaian yang suci, namun jika tidak memungkinkan, maka ia sholat sebagaimana keadaannya, dan sholatnya sah serta tidak perlu diulangi.
  12. Wajib bagi orang sakit untuk sholat di tempat yang suci. Apabila tempat sholatnya bernajis, maka wajib untuk membersihkan (mencucinya), atau menggantinya dengan sesuatu yang suci atau berpindah ke tempat yang suci. Dan jika memang tidak memungkinkan, maka ia sholat sesuai dengan keadaannya, sholatnya sah dan tidak perlu diulangi.
  13. Tidak boleh bagi orang sakit untuk mengakhirkan sholatnya hanya karena kesulitan dalam bersuci. Bahkan ia harus bersuci sesuai kemampuannya, kemudian sholat pada waktunya, meskipun di badan, pakaian dan tempat sholatnya terdapat najis yang sulit untuk menghilangkannya. Allah Ta'ala berfirman :
    فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
    "Bertaqwalah kalian kepada Allah sesuai kemampuanmu" (QS At Thaghabun :16)
  14. Apabila seseorang mengalami kencing yang terus menerus keluar, maka ia tidak berwudhu untuk sholat fardhu, kecuali setelah masuk waktunya. Ia mencuci kemaluannya, kemudian membungkusnya (melapisinya) dengan sesuatu yang suci, sehingga mencegah air kencing tidak melumuri (mengenai) pakaian atau badannya, lalu berwudhu dan sholat. itulah yang dilakukan setiap hendak melaksanakan sholat fardhu. Namun jika kesulitan, maka ia boleh men jama'(menggabung) antara sholat dhuhur dan ashar, atau magrib dan isya. Adapun untuk sholat nafilah (sunnat), ia melakukan apa yang telah kami disebutkan diatas jika memang ia mau melakukan sholat nafilah. Kecuali pada waktu sholat wajib, maka cukup baginya berwudhu untuk sholat fardhu.


Sumber : " Minal Ahkaam al fiqhiyyiati fiit Thoharati was Sholaati wal Jana'iz" karya Asy Syeikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin_rahimahullah



 
|
This entry was posted on 12.10 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: