Di saat bulan Ramadhan telah usai, ada sebuah harapan yang tentu
menjadi keinginan setiap hamba yang telah menjalani bulan ramadhan
dengan penuh kesungguhan dalam beribadah, yaitu mendapatkan maghfirah
dari Allah -Azza Wajalla- , sehingga terbebas dari segala dosa yang
pernah ia lakukan, baik dosa kecil maupun dosa besar.
Sebab, jika dosa tidak juga terampuni, sungguh merupakan sebuah
kerugian yang besar. Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam- bersabda:
"Sungguh merugi seseorang yang mendapati bulan Ramadhan, lalu ia keluar darinya sebelum ia diampuni (dosa-dosanya)."
(HR.Tirmidzi dari Abu Hurairah -Radhiallahu Anhu- )
Setelah
kita memasuki bulan Syawal, termasuk di antara amalan sunnah yang
dianjurkan oleh Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam- kepada umatnya
adalah berpuasa 6 hari di bulan tersebut. Rasulullah -Shallallahu Alaihi
Wasallam- bersabda:
"Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan lalu
menyambungnya dengan enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti orang
yang berpuasa sepanjang setahun."
(HR.Muslim dari Abu Ayyub Al-Anshari -Radhiallahu Anhu- )
Disebutkan dalam riwayat lain tambahan lafazh:
"Allah
menjadikan satu kebaikan sama dengan sepuluh kebaikan, satu bulan sama
dengan sepuluh bulan, dan (berpuasa) enam hari setelah berbuka adalah
penyempurna setahun."
(HR.Ibnu Majah, Ad-Darimi, At-Thahawi, dan yang
lainnya. lafazh hadits ini berdasarkan riwayat At-Thahawi. lihat kitab
Irwa Al-Ghalil,karya Al-Albani: 4, hadits nomor:950)
Berkata Ibnu
Qudamah Rahimahullah: "berpuasa enam hari di bulan Syawal merupakan
amalan yang disukai menurut pendapat mayoritas para ulama."
(al-mughni:4/438)
Keutamaan Berpuasa Enam Hari di Bulan Syawal
Disebutkan Al-Hafiz Ibnu Rajab Al-Hambali Rahimahullah beberapa manfaat berpuasa enam hari di bulan Syawal:
1. Berpuasa enam hari di bulan Syawal menyempurnakan pahala puasa menjadi setahun.
2.
Berpuasa di bulan Syawal dan juga Sya'ban kedudukannya seperti shalat
sunnah rawatib sebelum dan sesudah shalat fardhu. Maka ia menyempurnakan
sesuatu yang kurang yang terdapat pada amalan yang wajib. Sebab amalan-
amalan yang wajib akan disempurnakan dengan amalan sunnah pada hari
kiamat, dan mayoritas manusia tatkala berpuasa wajib, pasti mengalami
kekurangan, sehingga perlu ada yang menyempurnakannya dari amalan-
amalan yang lain.
3. Membiasakan diri berpuasa setelah
Ramadhan merupakan tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan, sebab Allah
-Azza Wajalla- jika menerima amalan seorang hamba, maka Allah -Azza
Wajalla- memberi taufik kepadanya untuk melakukan amalan saleh yang
berikutnya, sebagaimana dikatakan: "balasan dari perbuatan kebaikan
adalah dia mengamalkan kebaikan berikutnya". Maka barangsiapa yang
mengamalkan satu kebaikan lalu dia menyertainya dengan kebaikan
berikutnya, itu merupakan tanda diterimanya amalan kebaikan yang
sebelumnya, sebagaimana pula orang yang melakukan sebuah kebaikan lalu
menyertainya dengan keburukan, itu merupakan tanda ditolaknya amalan
kebaikannya dan tidak diterima."
4. Berpuasa Ramadhan
menyebabkan diampuninya dosa- dosa, dan mereka yang berpuasa Ramadhan
disempurnakan pahalanya pada saat hari raya, dan itu merupakan hari
kemenangan, sehingga membiasakan berpuasa setelah hari raya merupakan
bentuk rasa syukur atas kenikmatan ini. Tidak ada kenikmatan yang lebih
besar dari ampunan dosa yang Allah berikan kepada hamba-Nya.. Rasulullah
-Shallallahu Alaihi Wasallam- pernah mengerjakan shalat hingga
menyebabkan bengkak kedua kaki beliau, lalu Beliau ditanya: mengapa
Engkau melakukan hal ini, padahal Allah Ta'ala telah mengampuni dosa-
dosamu yang terdahulu dan yang akan datang?, Beliau menjawab: Tidakkah
pantas aku menjadi seorang hamba yang bersyukur?"
(Muttafaq Alaihi dari Mughirah bin Syu'bah radhiallahu anhu, juga datang dari hadits Aisyah Radhiallahu Anha)
5.
Amalan- amalan yang dilakukan seorang hamba dalam mendekatkan diri
kepada Rabb-nya di bulan Ramadhan, tidaklah terputus meskipun bulan
Ramadhan telah usai. Maka selama seorang hamba masih hidup, maka amalan
saleh tetap ada. Kebanyakan manusia merasa senang tatkala berlalunya
bulan Ramadhan, disebabkan karena ia merasa berat dengan berpuasa,
merasa bosan dan terasa terlalu lama. Orang yang demikian keadaannya,
tidak akan kembali berpuasa setelah Ramadhan dalam waktu cepat. Maka
orang yang kembali berpuasa setelah Ramadhan berlalu menunjukkan rasa
senangnya dia berpuasa, dan dia tidak merasa bosan, berat dan tidak
merasa terpaksa. Ada seseorang berkata kepada Bisyr: ada satu kaum yang
mereka melakukan ibadah dan bersungguh- sungguh di bulan Ramadhan. Maka
Beliau menjawab: seburuk- buruk kaum adalah mereka yang tidak mengenal
hak Allah -Azza Wajalla- kecuali di bulan Ramadhan. Seorang yang saleh
adalah yang beribadah dan bersungguh- sungguh sepanjang tahun.
(ringkasan dari kitab Lathaif al-ma'arif,Ibnu Rajab Al-Hambali: 393- 400)
BEBERAPA HUKUM SEPUTAR PUASA SYAWAL
Haram Berpuasa di Hari Raya
Pada
tanggal satu Syawal, diharamkan bagi seorang muslim untuk berpuasa
disebabkan karena hari tersebut merupakan hari raya, hari makan dan
minum. Telah diriwayatkan dari Abu Ubaid Maula Bin Azhar berkata: “Aku
menyaksikan hari raya bersama Umar bin Khattab -Radhiallahu Anhu- lalu
Beliau berkata: dua hari ini adalah hari di mana Rasulullah -Shallallahu
Alaihi Wasallam- melarang berpuasa pada keduanya: hari kalian berbuka
dari puasa kalian, dan hari yang kedua di saat kalian makan dari
sembelihan kalian."
(Muttafaq alaihi)
Juga diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dari hadits Abu Said Al-Khudri -Radhiallahu Anhu- bahwa
beliau berkata: Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam- melarang
berpuasa pada hari raya Idul Fitri dan hari raya kurban."
Berkata
Al-hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani Asy-syafi-i Rahimahullah: hadits ini
menunjukkan diharamkannya berpuasa pada dua hari raya, sama saja apakah
itu puasa nazar, kaffarah, sunnah, puasa qadha dan tamattu', dan ini
berdasarkan ijma' ulama."
(Fathul Bari: 4/281)
Maka jika anda hendak berpuasa syawal, hendaknya dimulai dari tanggal dua Syawal, dan seterusnya.
Apakah Puasa Syawal Harus Berurutan?
Berpuasa
enam hari di bulan Syawal, tidak disyaratkan harus dilakukan secara
berurutan, namun diperbolehkan dilakukan kapan saja dari hari- hari di
bulan Syawal. Namun jika dia melakukannya secara berurutan, maka tentu
hal ini lebih baik.
Berkata An-Nawawi Rahimahullah: "para ulama
berkata: disukai melakukan puasa tersebut secara berurutan, di permulaan
bulan Syawal. Namun jika melakukannya tanpa berurutan dan
mengakhirkannya, hal tersebut diperbolehkan, dan dia telah melakukan
sunnah ini, berdasarkan keumuman hadits.
(Al-majmu', syarhul muhadzdzab: 6/427)
Berkata
pula Syaikh Bin Baaz Rahimahullah: " diperbolehkan melakukannya secara
berurutan dan secara terpisah, sebab Rasulullah -Shallallahu Alaihi
Wasallam- menyebutkannya secara mutlak tanpa penjelasan berurutan
ataupun terpisah."
(Majmu' Fatawa ibn Baaz: 15/391)
Tidak Mengkhususkan Puasa di Hari Jum'at
Apabila
berpuasa enam hari di bulan Syawal, hendaknya tidak menyendirikan puasa
pada hari Jum'at, namun hendaknya berpuasa sehari sebelumnya atau
sehari setelahnya. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah -Shallallahu
Alaihi Wasallam- :
"Janganlah salah seorang kalian berpuasa pada hari Jum'at, kecuali jika ia berpuasa sehari sebelumnya atau sehari setelahnya."
(HR.Bukhari dari Abu Hurairah -Radhiallahu Anhu- )
Diriwayatkan
dari Juwairiyah Bintul Harits Radhiallahu Anha bahwa suatu ketika
Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam- masuk ke tempatnya pada hari
Jumat dalam keadaan ia berpuasa. Maka Rasulullah -Shallallahu Alaihi
Wasallam- bertanya: apakah engkau berpuasa kemarin? Juwairiyah menjawab:
tidak. Lalu Beliau bertanya: apakah engkau ingin berpuasa besok? Ia
menjawab: tidak. Maka Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam- berkata:
"batalkanlah (puasamu)".
(HR.Bukhari)
Namun dikecualikan
apabila seseorang berpuasa pada hari kebiasaan dia berpuasa, lalu
bertepatan pada hari Jum'at, seperti jika dia hendak berpuasa Asyura,
lalu bertepatan dengan hari Jum'at, maka boleh berpuasa di hari Jum'at,
meskipun ia tidak berpuasa hari sebelum dan sesudahnya, sebagaimana yang
diriwayatkan Imam Muslim bahwa Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam-
bersabda:
"Jangan kalian mengkhususkan malam Jumat dari malam-
malam yang lainnya dengan qiyamul lail secara khusus, dan jangan pula
kalian mengkhususkan hari Jumat dari hari- hari lainnya dengan puasa
khusus, kecuali jika salah seorang kalian biasa melakukan puasa itu."
(HR.Muslim)
Berkata
Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah setelah menyebutkan beberapa hadits
tentang larangan mengkhususkan puasa pada hari Jum'at:
"dan
diambil faedah dari pengecualian dalam hadits tersebut bolehnya berpuasa
jika ia berpuasa sehari sebelumnya atau sehari setelahnya, atau
bertepatan waktunya dengan hari- hari yang ia biasa berpuasa pada hari
tersebut, seperti jika ia berpuasa pada hari- hari putih (tanggal 13,
14, 15 Hijriyah dalam setiap bulan,pent) , atau seseorang punya
kebiasaan untuk berpuasa di hari tertentu seperti hari Arafah, lalu
bertepatan pada hari Jumat."
(Fathul Bari: 4/275)
Tidak Mmengkhususkan Puasa Pada Hari Sabtu
Telah diriwayatkan pula dari Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam- bahwa beliau bersabda:
"Jangan kalian berpuasa pada hari Sabtu, kecuali sesuatu yang diwajibkan atas kalian."
(HR.Ahmad,
Tirmidzi, Ibnu Majah, Al- Hakim, dari Abdullah bin Busr dari saudara
perempuannya bernama Ash -Shamma'. Hadits ini diperselisihkan para ulama
tentang keabsahannya)
Berkata At-Tirmidzi: maknanya adalah
seseorang mengkhususkan hari Sabtu dengan berpuasa, sebab kaum Yahudi
memuliakan hari Sabtu.
(Jami' At-tirmidzi)
Hukum Puasa Syawal Bagi Yang Punya Hutang Puasa Ramadhan
Bagi
seseorang yang memiliki hutang puasa di bulan Ramadhan, hendaknya ia
menyempurnakan qadha' puasa Ramadhannya terlebih dahulu sebelum ia
berpuasa sunnah enam hari di bulan Syawal, sebab Rasulullah -Shallallahu
Alaihi Wasallam- mengatakan " barangsiapa yang berpuasa Ramadhan.....",
nampak bahwa yang dimaksud adalah menyempurnakan puasa Ramadhan, dan
dikuatkan lagi dengan penjelasan bahwa satu kebaikan senilai sepuluh
kebaikan, yang jika dihitung seluruhnya akan mencapai setahun, hal itu
hanya mungkin bila seseorang berpuasa sebulan penuh.
Berkata Al-Haitami Rahimahullah:
"...sebab
puasa tersebut (puasa enam hari di bulan Syawal,pent) bersama dengan
puasa Ramadhan, sebab jika tidak, maka tidak terdapat keutamaan
tersebut, meskipun ia memiliki hutang puasa karena ada udzur)."
(Tuhfatul Muhtaj: 3/457)
Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah:
"Berpuasa
enam hari di bulan Syawal tidak akan diraih pahalanya kecuali apabila
seseorang telah menyempurnakan puasa bulan Ramadhan. Maka barangsiapa
yang memiliki hutang puasa, jangan dia berpuasa enam hari di bulan
Syawal kecuali setelah meng- qadha puasa Ramadhan, sebab Rasulullah
-Shallallahu Alaihi Wasallam- mengatakan:
"Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan lalu menyertakannya dengan puasa enam hari di bulan Syawal...."
Oleh
karenanya, kami mengatakan kepada yang memiliki hutang puasa: puasa
qadha'- lah terlebih dahulu, lalu setelah itu berpuasa enam hari di
bulan Syawal. "
(Fatawa Ibnu Utsaimin: 20/18)
Semoga Allah
-Azza Wajalla- memberi kemudahan kepada kita semua untuk bisa
mengamalkannya dengan penuh keikhlasan, dan mengharapkan ridha Allah
-Azza Wajalla- .
Ditulis oleh:
Abu Muawiyah Askari bin Jamal
Fiqh
|
This entry was posted on 10.29 and is filed under
Fiqh
. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
0 komentar: