Ringkasan Hukum-Hukum Fiqh
11.37 | Author: Abu Nabilah Al Makassary
بسم الله الرحمن الرحيم

Berikut kami hadirkan kepada para pembaca tulisan Asy Syeikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin_rahimahullah_yang berjudul " Minal Ahkaam al fiqhiyyiati fiit Thoharati was Sholaati wal Jana'iz". Yang diterbitkan oleh "Wizaaratusy syuun al islamiyah wal auqoof wad da'wah wal irsyad" kerajaan Saudi Arabia. Cet. Pertama, tahun 1420 H.

Bagian Pertama

Bersuci, Berwudhu, Mandi, Tayammum, membasuh kedua khuf, bersuci dan sholatnya orang yang sedang sakit.

Berwudhu

Yaitu kewajiban bersuci dari hadats kecil, seperti kencing, buang air besar, bau, tidur yang nyenyak serta makan daging unta.

Keutamaanya
Diantara keutamaan dari berwudhu adalah :
1. Dibukakan pintu syurga. Rasulullah Sallalahu Alaihi Wasallam bersabda :


مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنْ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِي مِنْ الْمُتَطَهِّرِينَ فُتِحَتْ لَهُ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ


"Barangsiapa yang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya kemudian setelah itu mengucapkan :aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu baginya, dan aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, Yaa Allah jadikanlah aku termasuk orang yang bertaubat dan orang yang suci, maka dibukakan baginya 8 pintu syurga, dan dia bisa masuk dari pintu mana saja" (HR. At Tirmidzy No.50. dari sahabat Umar bin Khattab Radiyallahu anhu. Dishohihkan oleh Al Albani Rahimahullah dalam shohih at Tirmidzy No.55)

2. Dihapus kesalahan-kesalahannya. Nabi Sallalahu Alaihi Wasallam bersabda :

من توضأ فأحسن الوضوء خرجت خطاياه من جسده حتى تخرج من تحت أظفاره
"Barangsiapa yang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, maka keluarlah kesalahan-kesalahan (dosa) dari badannya. Bahkan keluar (dosanya) tersebut dari bawah kukunya". (HR. Muslim no. 361, Ahmad No.446, dari Sahabat Utsman bin Affan Radiyallahu anhu).

Dan sabda nabi :

أَلا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلاةِ بَعْدَ الصَّلاةِ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ


"Maukah kalian kutunjukkan kepada sesuatu, yang dengan hal tersebut Allah akan menghapuskan dosa-dosa serta mengangkat derajat?" Mereka menjawab Iya Yaa Rasulullah. Lalu beliau bersabda ""Menyempurnakan wudhu pada saat kesulitan, memperbanyak langkah ke masjid dan menunggu waktu sholat setelah sholat, yang demikian itulah disebut Ar Ribath" (HR Muslim No.369. dari Sahabat Abu Hurairah Radiyallahu anhu) *.


(* Dalam tulisan syeikh disebutkan dari sahabat Ali bin Abi Tholi radiyallahu anhu, namun kami belum menemukan matan yang beliau maksudkan, sehingga kami menukilkan matan yang terdapat dalam shohih Muslim)

Tata Cara Berwudhu

1.Hendaknya berniat untuk berwudhu didalam hati tanpa mengucapkannya, karena nabi Sallalahu alaihi wasallam tidak pernah mengucapkan niatnya dalam berwudhu, sholat maupun ibadah-ibadah yang lainnya. Sesungguhnya Allah Ta'ala maha mengetahui apa yang terdapat didalam hati, maka tidak perlu untuk mengucapkan apa yang terdapat didalam hati.
2. Membaca tasmiyah (basmalah).
3. Mencuci kedua tangan sebanyak 3 x
4. Berkumur-kumur, istinyaq (menghirup air kehidung) 3x.
5. Mencuci wajah 3x, luas yang dicuci mulai dari telinga kiri sampai ke telinga kanan, dan panjangnya mulai dari tempat tumbuhnya rambut (ujung dahi) sampai kebawah jenggot (dagu).
6. Mencuci kedua tangan 3x. Mulai dari ujung jari sampai kesiku, dan didahulukan yang sebelah kanan lalu yang kiri.
7. Membasuh kepala 1x. Yaitu membasahi tangan dengan air, lalu menyapukannya mulai dari kepala bagian depan sampai kebelakang, kemudian mengembalikannya kedepan.
8. Membasuh kedua telinga 1x. Yaitu dengan memasukan jari telunjuk kebagian dalam telinga, sementara ibu jari (jempol) membasuh telinga bagian luar.
9. Terakhir, mencuci kedua kaki 3x, mulai dari ujung jari kaki sampai ke mata kaki, dan didahulukan yang sebelah kanan lalu yang kiri.

Mandi
Yaitu kewajiban bersuci dari hadats besar seperti janabah dan haid.
Tata cara mandi
  1. Berniat didalam hati untuk mandi, tanpa mengucapkannya.
  2. Membaca tasmiyah (basmalah).
  3. Lalu berwudhu dengan wudhu yang sempurna
  4. Kemudian menyiramkan air dikepala sebanyak 3x
  5. Terakhir menyiram seluruh badannya
Tayammum

Yaitu kewajiban bersuci dengan menggunakan debu (tanah) sebagai pengganti dari wudhu atau mandi, bagi yang tidak menemukan air atau kesulitan menggunakan air.

Tata cara Tayammum

Berniat didalam hati untuk bertayammum sebagai pengganti wudhu atau mandi, kemudian menepuk tanah atau yang semisalnya seperti tembok, lalu mengusap wajah dan kedua tangannya.

Membasuh khuf

Yang dimaksud dengan khuf adalah apa yang dipakai oleh seseorang di kakinya yang terbuat dari kulit atau semisalnya. Sedangkan kaus kaki adalah apa yang dipakai oleh seseorang di kakinya yang terbuat dari katun atau semisalnya.


Hukum dan disyariatkannya membasuh khuf dan kaus kaki berdasarkan Al Qur'an dan As sunnah. Membasuh khuf dan kaus kaki adalah sunnah yang datang dari Nabi Sallalahu alaihiwasallam. Barangsiapa yang sedang memakainya, maka mambasuhnya lebih afdhal (utama) dibandingkan melepasnya ketika mencuci kaki. Dalilnya adalah hadits Mughirah bin Syu'bah radiyallahu anhu :
أن النبي ، صلى الله عليه وسلم ، توضأ ، قال المغيرة : فأهويت لأنزع خفيه فقال : " دعهما فإني أدخلتهما طاهرتين » فمسح عليهما .
"sesungguhnya Nabi Sallalahu alaihi wasallam sedang berwudhu, lalu Mughirah berkata : aku ingin melepas kedua khufnya. Rasulullah bersabda : biarkanlah, karena aku memakainya dalam keadaan suci, kemudian beliuapun membasuh kedua khufnya". (HR. Bukhari No. 199, Muslim No. 408).

Disyariatkannya membasuh khuf berdasarkan Al Qur'an dan As sunnah. Adapun dari Al Qur'an, adalah firman Allah Ta'ala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka cucilah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki"(QS. Al Maidah :6).
Dalam firman Allah :

وَأَرْجُلَكُمْ
terdapat dua bacaan. Kedua bacaan tersebut benar datang dari Nabi Sallalahu alaihi wasallam. Bacaan yang pertama  وَأَرْجُلَكُمْ
merupakan athaf (mengikuti hukum) firman Allah وجوهكم sehingga kedua kaki pun dicuci (sebagaimana pada wajah). Bacaan yang kedua وأرجلكم dengan men jar (mengkasrohkan) huruf "ل" mengikuti hukum pada kalimat بِرُءُوسِكُمْ sehingga kedua kaki dibasuh/diusap sebagaimana mengusap kepala.


Dari penjelasan diatas nampak bahwa kaki diusap dan dicuci termasuk sunnah. Rasulullah apabila kedua kaki beliau terbuka (tidak memakai khuf) maka beliau mencucinya, dan apabila kedua kakinya tertutup oleh khuf maka beliau hanya mengusapnya.

sedangkan dalil dari as sunnah yang menunjukkan disyariatkannya membasuh khuf, haditsnya mutawatir dari Nabi sallalahu alaihi wasallam. Berkata Imam Ahmad rahimahullah :" tidak ada sedikitpun keraguan dalam hatiku tentang membasuh khuf, kurang lebih 40 hadits dari nabi dan para sahabat yang menyebutkannya"

Syarat-syarat membasuh khuf
Syarat bagi orang yang akan membasuh khuf ada empat, yaitu :
  1. Orang yang memakai khuf dalam keadaan suci (baik dari hadats besar atau kecil) ketika memakainya. Dalilnya adalah sabda Nabi sallalahu alaihi wasallam kepada Mughirah bin Syu'bah radiyallahu anhu :
    دعهما فإني أدخلتهما طاهرتين
    "biarkanlah, karena aku memakainya dalam keadaan suci"(Muttafaq alaih)
  2. Khuf atau kaus kaki yang dipakai harus suci. Apabila khuf atau kaus kaki tersebut bernajis, maka tidak boleh dibasuh. Dalilnya adalah :



بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ إِذْ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْقَوْمُ أَلْقَوْا نِعَالَهُمْ فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاتَهُ قَالَ مَا حَمَلَكُمْ عَلَى إِلْقَاءِ نِعَالِكُمْ قَالُوا رَأَيْنَاكَ أَلْقَيْتَ نَعْلَيْكَ فَأَلْقَيْنَا نِعَالَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ جِبْرِيلَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا أَوْ قَالَ أَذًى
"Ketika Rasulullah sallalahu alaihi wasallam sholat bersama para sahabatnya, tiba-tiba beliau melepas kedua sendalnya, kemudian meletakkannya disebelah kiri beliau, melihat hal ini maka para sahabatpun melepas sandal-sendal mereka. Setelah Rasulullah menunaikan sholatnya, beliau bertanya kepada para sahabat, mengapa kalian melepas sandal-sendal kalian ?. mereka menjawab :kami telah melihatmu melepas sandal, maka kamipun melepas sandal kami. Rasulullah kemudian bersabda :sesungguhnya jibril Alaihissalam datang dan mengabarkan kepadaku, bahwa pada kedua sendalku ada kotoran (HR. Abu Dawud No.555, Ahmad No.11443 dari sahabat Abu Said Al Khudri radiyallahu anhu. Dishohihkan oleh Al Albani rahimahullah dalam shohih Abu Dawud No.650)*

(*  Kami belum menemukan matan yang syeikh maksudkan, sehingga kami menukilkan matan yang terdapat dalam sunan Abu Dawud dan Musnad Imam Ahmad)
Ini menunjukkan tidak bolehnya sholat pada apa-apa yang terdapat najis padanya, karena najis apabila dibasuh dengan air, maka akan melumuri (mengotori) orang yang membasuhnya, sehingga bersucinya tidak sah.

 3. Membasuh khuf hanya pada hadats kecil bukan pada junub (hadats besar) atau apa-apa    yang mewajibkan mandi. Dalilnya adalah hadits Sofwan bin Asaal radiyallahu anhu, beliau berkata :

أمرنا رسول الله ، صلى الله عليه وسلم ، إذا كنا سفرا أن لا ننزع خفافنا ثلاثة أيام ولياليهن إلا من جنابة ولكن من غائط وبول ونوم

"Kami diperintahkan oleh Rasulullah sallalahu alaihi wasallam, apabila kami dalam keadaa safar (perjalanan) untuk tidak melepas kedua khuf kami selama tiga hari tiga malam ketika buang air besar, buang air kecil atau tidur (hadats kecil), kecuali dalam keadaan junub". (HR At Tirmidzy No. 3458 Ahmad 17401, dan dihasankan oleh Al Albani rahimahullah dalam shohih sunan at Tirmidzy No. 96).

Oleh karena itu, membasuh khuf hanya pada hadats kecil, dan tidak boleh pada hadats besar berdasarkan hadits diatas.

4. Membasuh khuf hanya pada waktu yang telah ditentukan oleh syariat. Yaitu sehari semalam bagi yang mukim, dan tiga hari tiga malam bagi yang musafir, ini berdasarkan hadits Ali bin Abi Tholib radiyallahu anhu :
جعل النبي ، صلى الله عليه وسلم ، للمقيم يوما وليلة وللمسافر ثلاثة أيام ولياليهن
"Nabi sallalahu alaihi wasallam menjadikan sehari semalam bagi yang mukim, dan tiga hari tiga malam bagi yang musafir" (HR. Muslim No. 414 An Nasa'I No.128).
Waktunya dimulai ketika pertama kali membasuh setelah berhadats dan berakhir setelah 24 jam bagi yang mukim, serta 72 jam bagi yang musafir.


Apabila kita menghitung seseorang bersuci untuk sholat subuh pada hari selasa, dan ia tetap dalam keadaan suci sampai waktu sholat isya pada malam rabu, lalu ia tidur kemudian bangun untuk sholat subuh pada hari rabu, lalu membasuh pada jam 5 dengan waktu yang telah berlalu, maka waktu dimulainya (membasuh khuf) adalah pada hari rabu jam 5 pagi sampai jam 5 pagi pada hari kamis. Jika dihitung ia membasuh pada hari kamis sebelum jam 5 (pagi), maka baginya adalah sholat subuh yaitu sholat subuh pada hari kamis dengan basuhan tersebut, dan dia sholat sekehendaknya sepanjang masih dalam keadaan suci, karena wudhu tidaklah batal meskipun waktu membasuh telah selesai (cukup), berdasarkan pendapat yang paling kuat dikalangan ulama. Karena Rasulullah sallalahu alaihi wasallam
tidak memberi batas waktu sucinya seseorang, tapi yang dibatasi hanyalah waktu untuk membasuh (khuf). Sehingga apabila telah cukup waktu untuk membasuh (khuf) maka tidak boleh membasuh, namun ia suci sepanjang tetap dalam kesuciannya. Kesucian ditetapkan berdasarkan dalil syar'i, dan apa yang telah ditetapkan oleh dalil syar'i tidak akan berubah kecuali dengan dalil syar'i pula, dan tidak ada dalil syar'i yang menunjukkan bahwa wudhu menjadi batal karena cukupnya waktu untuk membasuh (khuf). Hukumnya tetap sebagaimana keadaannya sampai ada penjelasan yang membatalkan hukum tersebut. Inilah syarat-syarat bagi orang yang membasuh khufnya, disana masih ada syarat-syarat lain yang disebutkan oleh para ulama, namun sebagiannya masih perlu diteliti kembali.


Insya Alla bersambung …..











 
|
This entry was posted on 11.37 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.